Apa Kabar Semarang — Pemerintah Kota Semarang tengah mengupayakan mediasi terkait polemik pembangunan rumah makan di Jalan Sultan Agung Nomor 79, yang dilaporkan menimbulkan dampak terhadap bangunan rumah warga di sekitarnya. Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestuti, turun langsung memfasilitasi pertemuan antara pihak-pihak terkait di Balai Kota Semarang, Senin (6/10/2025).

“Tadi saya pertemukan dengan teman-teman. Ini urusannya siapa? Kan belum pernah nih, kasus pertama dari saya sebagai wali kota,” ujar Agustina usai menerima Adrinata Kusuma, pemilik rumah yang terdampak, bersama kuasa hukumnya.
Menurut Agustina, persoalan yang terjadi mencakup dua hal. “Nomor satu adalah tentang penghentian pembangunan, dan yang satunya lagi tentang aduan dari warga,” jelasnya.
Pemkot Dorong Penyelesaian Secara Dialogis
Wali Kota menegaskan bahwa langkah mediasi ditempuh untuk memastikan semua pihak mendapatkan keadilan tanpa menimbulkan ketegangan sosial di lingkungan setempat. Ia juga meminta dinas terkait untuk meninjau langsung kondisi lapangan serta menelusuri perizinan pembangunan rumah makan tersebut.
Baca Juga : JPN Kejati arahkan penyelesaian polemik Gardu Induk lewat pengadilan
“Pemerintah kota hadir sebagai penengah. Kita ingin masalah ini diselesaikan secara dialogis agar tidak menimbulkan dampak sosial yang lebih luas,” tegasnya.
Pemkot Semarang, melalui Dinas Penataan Ruang dan Dinas Pekerjaan Umum, dijadwalkan akan melakukan pemeriksaan teknis terhadap dampak konstruksi bangunan yang dikeluhkan warga.
Harapan untuk Kepatuhan dan Ketertiban Pembangunan
Agustina juga mengingatkan pentingnya kepatuhan terhadap aturan tata ruang dan perizinan mendirikan bangunan (IMB). Ia menekankan, pembangunan yang tidak memperhatikan aspek keselamatan dan kenyamanan lingkungan dapat menimbulkan kerugian bagi warga sekitar.
“Kita ingin pembangunan di Kota Semarang tetap berjalan, tapi harus tertib dan memperhatikan dampaknya bagi masyarakat,” ujarnya.
Dengan langkah mediasi ini, Pemkot Semarang berharap permasalahan antara pemilik rumah makan dan warga terdampak dapat menemukan titik temu yang adil dan berkelanjutan, tanpa perlu berujung pada jalur hukum.






